LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU
TANAH
ACARA II
ANALISIS KADAR
AIR TANAH
Disusun oleh
Nama : Ken priambodo
NIM : A0B012027
Kelompok : II D3 PSL
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan
kulit bumi yang tersusun dari bahan mineral sebagai hasil pelapukan bebatuan
dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang
mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat tertentu sebagai akibat pengaruh
iklim, jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk. Semua makhluk
di bumi ini sangat tergantung pada tanah. Oleh karena itu kita harus menjaga
dan melestarikannya. Adapun perlunya menjaga dan meningkatkan produktivitas
tanah disebabkan karena faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat
produktivitas diantaranya adalah erosi yang terus-menerus dapat mengakibatkan
terkikisnya lapisan tanah yang paling atas, bencana alam, sistem ladang
berpindah, dan lain-lain. Karena dalam mempertahankan dan menjaga kesuburan
serta kelestarian tanah itu tidak mudah, maka mulailah manusia mempelajari dan
mengadakan penelitian tentang tanah. Kemudian dikenal adanya ilmu tanah.
Secara umum ilmu tanah adalah ilmu yang
mempelajari hal ikhwal atau sifat-sifat tanah secara umum. Ilmu tanah sendiri
terbagi dalam dua bagian yaitu pedologi dan edaphologi. Pedologi adalah ilmu
tanah yang menekankan hubungan tanah dengan faktor – faktor pembentuknya.
Sedangkan edaphologi adalah ilmu tanah yang mempelajari hubungan tanah dengan
tanaman atau dengan kata lain ilmu yang mempelajari tanah sebagai alat produksi
pertanian.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui macam-macam tanah
2.
Mengetahui kadar air kapasitas lapang
dan titik layu permanen
BAB II
Tinjauan pustaka
A.
Penetapan Kadar Air Tanah
Sebagian besar air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari air tanah
(air tanah). Menurut Hakim dkk (1986), air diperlukann oleh tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan biologisnya seperti :
1.
memenuhi
transpirasi dalam proses asimilasi
2.
untuk
pembentukan karbohidrat
3.
pelarut
unsure hara dalam tanah
4.
untuk
mengangkut hasil fotosintesis ke seluruh jaringan tumbuhan
5.
air
merupakan bagian penusur tumbuh tumbuhan
6.
pembawa
unsure hara kepermukaan akar tumbuhan
7.
pencucian
unsure hara
8.
mencuci
garam-garam beracun yang berlebihan dalam tanah
9.
reaksi-reaksi
kimai dalam tanah hanya dapat berlangsung bila terdapat air
10.
menyangkut
unsure-unsur hara yang diserap akar ke seluruh tubuh tumbuhan
Air tanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat energi tinggi ke tempat
dengan energi rendah. Gaya
tarik menarik diantara molekul air dalam tanah disebut juga kohesi. Partikel
tanah umumnya bermuatan yang dapat mengikat molekul air secara kuat. Sedangkan
gaya tarik menarik diantara molekul air dengan partikel tanah disebut gaya
adhesi. Ada juga gaya osmotic yaitu gaya pengikatan air oleh molekul-molekul
air yang terlarut (solute).
Atas dasar
tingkatan tegangan, air tanah dapat digolongkan menjadi :
1.
Air
bebas
Mengisi
pori mikro pada tanah dalam keadaan lebih basah dari kapasitas lapang. Air ini
di tshsn dengan tegangan < 1/3 atm, mudah bergerak dan cepat hilang.
2.
Air
Kapiler
Menempati ruang
pori mikro dan dinding-dinding pori-pori mikro yang ditahan pada tegangan 1/3-
31 atm. Berfungsi
sebagai larutan tanah dan sebagian tersedia bagi tumbuhan.
3.
Air
Higroskopis
Menempati ruang
pori mikro dan menyelimuti partikel padat tanah yang ditahan tanah pada
tegangan 31-10000 atm. Sebagian besar bersifat non-cairan, bergerak dalam
bentuk uap dan tersedia bagi tumbuhan.
Menurut Kartasapoetra dan Sujedja (1991), sifat kelembaban tanah
yamg penting kaitannya dengan pertumbuhan tanaman yaitu :
1.
Kapasitas
Lapang
Yaitu
sesudah jenuh air dan kelebihan air didrainasekan yang terjadi pada tekanan 50
milyar.
2.
Titik
Layu
Yaitu keadaan
kelembaban tanah yang tanahnya tidask mungkin lagi dapat diserap oleh tanaman
sehimgga tanaman mengalami kekeringan dan kemudian mati. Titik layu tersebut
terjadi pada tekanan 15 bar.
Menurut Hakim dkk (1986), berdasarkan tingkat ketersediaan air bagi
tumbuhan terdapat pembagian tentative air tanah sebagai berikut :
1.
Air
Berlebihan
Umumnya berupa
air bebas berada pada kelembapan tanah lebih dari kapasitas lapang. Air ini
tidak berguna bagi tumbuhan karena pengaruh buruk, antara lain mengakibatkan
keadaan aerasi yang buruk bagi akar tumbuhan, bakteri – bakteri amonifikasi,
nitrifikasi N, serta pencucian unsure hara.
2.
Air
Tersedia
Sebagian besar
merupakan air kapiler yang ditahan pada kelembapan antara kapasitas lapang dan
koefisien lain. Dapat atau
tidaknya air ini digunakan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman itu
sendiri.
3.
Air
Tidak Tersedia
Ditahan
pada kelembapan lebih kering daripada titik layu. Air ini meliputi sebagian
besar dari air kapiler dan seluruh air higroskopik. Sebagian air kapiler
tersebut sebenarnya masih dapat diambil oleh tumbuhan tetapi jumlahnya terlalu
sedikit untuk menghindarkan kelajuan, kecuali untuk tumbuhan daerah kering.
Kegunaan air ini untuk bakteri dari jamur mungkin penting tetepi pertumbuhannya
tidak baik sebaik bila keadaan airnya lebih baik.
B.
Derajat Kerut Tanah
Menurut Soepardi (1983), secara fisik tanah merupakan campuran jarang
dari zarah anorganik, bahan organic yang terus menerus melapuk, udara dan air.
Pecahan mineral besar biasanya diselimuti oleh bahan-bahan berukuran koloidal.
Bila zarah mineral berukuran besar dominan, kita akan memperoleh tanah liat.
Bahan organic dapat berfungsi sebagai bahan perekat sehingga zarah atau agregat
bersatu menjadi bongkahan-bongkahan yang lebih besar yang kemudian dikenal tiga
kelas dasr, yaitu :
1.
Pasir
Golongan pasir meliputi
tanah yang mengandung sama atau lebih dari 705 pisahan pasir (atas dasar
bobot). Sifat tanah ini
adalah lepas dan tidak lekat. Dikenal dua kelas pasir yaitu pasir dan pasir
berlempung.
2.
Debu
Zarah berukuran debu cenderung mempunyai ukuran berbeda dan jarang
mempunyai permukaan halus dan rata. Sebenarnya mereka itu merupakan pasir mikro
dan sebagian besar adalah kuarsa. Pisahan debu memiliki sedikit sifat
plastisitas, kohesi dan serapan.
3.
Liat
Agar tanah dapat
digolongkan menjadi liat, maka harus mengandung paling sedikit 35% pisahan liat
dan biasanya lebih dari 40%. Selama persentase liat lebih dari 40%, sifat tanah
ditentukan oleh liat tersebut dan dibedakan atas dasar liat berpasir, liat
berdebu atau secara singkat disebut liat.
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
A.
Alat
dan bahan
1.
Alat
a.
Botol timbang
b.
Keranjang kuningan
c.
Timbangan analitik
d.
Bejana seng
e.
Pipet ukur 2 mm
f.
Oven
g.
Eksikator
h.
Tang penjepit
i.
Alat tulis
2.
Bahan
a.
Tanah jenis Entisol
b.
Akuades
B.
Prosedur
kerja
1.
Botol timbang dibersikan dengan
tangan,dibri label pada bagian luar,lalu timbang dengan menggunakan timbangan
analitik dan catat hasil beratnya.
2.
Botol timbang diisi tanah kering udara(
tanah jenis entisol) berdiameter 2 mm kurang lebih setengahnya lalu ditimbang
kembali dengan timbangan analitik dan catat hasil beratnya.
3.
Botol timbang yang berisi tanah
dimasukkan ke dalam oven, kemudian panaskan pada suhu 1000 sampai
1050C selama 4 jam atau sampai baotolnya konstan.
4.
Setelah waktu pemanasan selesai, botol
timbang dikeluarkan dari oven dengan menggunakan penjepit, lalu masukan ke
dalam eksikator/desikator dan dibiarkan selama 15 menit.
5.
Botol timbang diambil satu persatu
dengan menggunakan tang penjepit untuk ditimbang kembali dengan timbangan
analitik dan catat berat hasil timbangan.
6.
Perhitungan/rumus
Kadar air (KA) =
x
100%
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tanah Entisol
1.
K.A Berat Kering Udara
a.
Berat botol timbang awal (a)
C1 : 22,0871
C2 : 22,4071
C3 : 22,2091
b.
Berat botol setelah ditambahkan tanah
Entisol (b)
C1 : 33,9737
C2 : 33,6600
C3 : 34,1558
c.
Berat botol timbang setelah dioven 4 jam
(c)
C1 : 33,0229
C2 : 32,7588
C3 :
33,1902
2.
K.A Kering Udara
NO
|
A
|
B
|
C
|
K.A (%)
|
1
|
22,0871
|
33,9737
|
33,0229
|
8,69 (%)
|
2
|
22,4071
|
33,6600
|
32,7588
|
8,70 (%)
|
3
|
22,2091
|
34,1558
|
33,1902
|
878 (%)
|
|
Rata-rata
|
8,72 (%)
|
KA1
=
x100% KA3
=
x100%
=
x100% =
x100%
=
x100% =
x100%
= 8,69% = 8,78%
KA2
=
x100%
=
x100%
=
=
8,70%
3.
K.A. Kapasitas Lapang
NO
|
A
|
b
|
c
|
1
|
32,1979
|
40,3250
|
41,36%
|
2
|
31,8772
|
39,8725
|
41,07%
|
|
Rata-rata
|
41,71
|
K.A.1
=
x 100% + KA
=
x 100% + 8,72%
=
x 100% + 8,72%
= 32,04% + 8,72% = 41,36%
K.A.2
=
x 100% + KA
=
x 100% + 8,72%
=
x 100% + 8,72%
= 33,35% + 8,72%
= 42,07%
B.
Pembahasan
Kadar air tanah adalah
daya tahan/serapan oleh masa tanah. Tertahan oleh lapisan kedap air atau keadan
draenase yang kurang baik
Baik kelebihan atau kekurangan air
dapat menganggu pertumbuhan tanaman
kadar air bagi tumbuhan :
1.
Sebagai unsur hara tanaman
2.
Sebagai pelarut unsur hara
3.
Sebagai bagian dari sel-sel tanaman
Kapasitas lapang adalah keadaan
tanah yang cukup lembab yang menunjukan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan
oleh tanaman terhadap gaya tarik gravitasi.air yang dapat ditahan oleh tanah
tersebut terus-menerus diserap oloeh akar-akar tanaman atau menguap sehingga
tanah makin lama semakin kering pada suatu saat akar akar tanaman tidak mampu
lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu ( titik layu permanen)
Titik layu permanen adalah kandungn
air tanah dimana akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah ,sehingga
layu. Tanaman akan cepat layu baik pada siang hari atau malam hari.
Cara
biasa menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen
terhadap tanah kering. Misalnya 100 gram tanah lembab bila dikeringkan akan
kehilangan air sebanyak 20 gram air. Bobot tanah keringnya
sama dengan 80 gram dipakai sebagai dasar perhitungan kadar air ; sehingga
kadar air tanah tersebut 20/80 x 100 % = 25 %. Bobot tanah lembab tidak dipakai
karena berlonjak dengan kadar airnya. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam
persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini
mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air
bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu.
Dalam
praktikum ini digunakan cara gravimetrik yang merupakan cara yang paling umum
dipakai dalam penetapan kadar air tanah. Dengan cara sejumlah tanah kering
angin yang berdiameter 2 mm dimasukkan ke dalam botol timbang kosong (a g),
kemudian botol timbang yang berisi tanah (b g) dimasukkan dalam oven pada suhu
100-110 °C selama minimal 4 jam, kemudian ditimbang kembali (c g). Air yang
hilang dalam pengeringan tersebut merupakan sejumlah air yang terdapat dalam
tanah tersebut. Misalnya perhitungan kadar air tanah kering angin ulangan I
pada tanah entisol:
Kadar air =
Dengan menggunakan rumus yang sama,
dicari kadar air tanah kering angin ulangan kedua tanah Entisol, yaitu sebesar
10,501%. Kadar air tanah kering angin pada ulangan pertama dijumlah dengan
ulangan kedua kemudian dibagi dua, maka diperoleh rata-rata kadar air tanah
kering angin tanah entisol sebesar 10,455%.
Pengamatan
Kadar Air Kapasitas Lapang dilakukan dalam beberapa tahapan. Untuk
perhitungan kapasitas lapang, harus ditambah rata-rata kadar air tanah kering
udara. Tanah dikatakan
dalam kondisi kapasitas lapang jika pemberian air pada permukaan tanah
dihentikan. Dalam praktikum ini menggunakan tanah kering angin berdiameter 2 mm
yang dimasukkan dalam keranjang kuningan yang telah ditimbang (a g), kemudian dimasukkan ke dalam bejana
seng dan ditetesi air pada tiga titik tidak bersinggungan yang didiamkan selama
15 menit. Kemudian diayak dan tersisa tiga gumpalan tanah lembab yang kemudian
ditimbang (b g) dan dilakukan perhitungan.
Misalnya perhitungan kadar air
kapasitas lapang ulangan I pada tanah Entisol:
Kapasitas
Lapang
Dengan menggunakan rumus yang sama,
dicari kapasitas lapang ulangan kedua tanah Entisol, yaitu sebesar 28,153%.
Kapasitas lapang pada ulangan pertama dijumlah dengan ulangan kedua kemudian
dibagi dua, maka diperoleh rata-rata kapasitas lapang tanah entisol sebesr
25,82%.
Jenis
tanah Entisol (tabel 2), memiliki rata-rata persentase kapasitas lapang sebesar
25,82%. Rata-rata ini tidak terlalu baik dan produktivitas pertanaman
bervariasi tergantung pada tempat dan sifat kandungan air yang ditahan tidak
terlalu tinggi. Ciri khas Entisol ialah belum menunjukkan perkembangan horison
yang jelas atau baru mulai ada perkembangan tersebut.
Macam-macam tanah
1.
Andisol : tanah-tanah yang mempunyai
lapisan < 36 cm dengan sifat andik, pada kedalaman > 60 cm tanah ini dulu
disebut andosol.
2.
Entisol : tanah yang masih muda yaitu
baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain
kecuali epipendon ochrik, atau histik bila tanah sangat lembek ( ENT-Recent =
baru). Tanah ini dulu disebut tanah Aluvial atau regosol.
3.
Inceptisol : merupakan tanah muda,
tetapi lebih berkembang daripada entisol (inceptum = permulaan).umumnya
mempunyai horison kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut kebanyakan tanah
ini cukup subur. Tanah ini dulu termasuk tanah Aluvial, Gleihumus, latosol dan
lain-lain
4.
Ultisol : tanah-tanah dimana terjadi
penimbunan liat di horison bawah (horison argilik), bersifat masam,kjenuhan
basa (jumlah kation) pada kedalaman180 cm dari permukaan tanah kurangdari 35% .
tanah ini dulu disebut tanah podzolik.
5.
Vertisol : tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) diseluruh horison ,mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut (sifatvertik). Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah
pecah-pecah dan keras,kalau basah mengembang dan lengket. Ditentukan bidang
kilir (slicken slide)da struktur bentuk biji. Tanah ini dulu disebut tanah
grumusol.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari praktikum dasar-dasar ilmu tanah :
Mengerti jenis tanah dan sejarah tanah dalam
kehidupan sehari-hari.
Dapat mengukur kapasitas air dalam tanah dengan
detail, setiap tanah memiliki tingkat kadar air tanah oleh karena itu prsktikum
ini sangat bermanfaat.
Saran
Untuk
menyusun laporan praktikum dasar-dasar ilmu tanah dengan menggunakan banyak
literatur untuk lebih mendetail
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Hakim,
Nurhajati. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hadjowigeno,
Sarwono. 1986. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa: Jakarta .
Rafi’i,
Suryatna. 1982. Ilmu Tanah. Bandung :
Angkasa.
Soepardi,
Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor .
Sutejo,
Karatsapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta: Jakarta .